TANA TORAJA, 13 Maret 2025 – Sidang sengketa Pilkada Tana Toraja yang berlangsung hari ini menghadirkan sejumlah pertanyaan krusial dari Majelis Hakim kepada Theofilus Lias Limongan, terkait dengan data 801 pemilih yang disebut berpotensi kehilangan hak pilih pada Pilkada 2024.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Upi Hastati, anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Selatan dari unsur KPU, Theofilus Lias Limongan akhirnya mengakui bahwa data tersebut hanyalah sekumpulan nama tanpa didukung oleh bukti yang sah. “Kami tidak memiliki data pendukung, hanya nama-nama saja,” jawab Theo Limongan saat menjawab pertanyaan dari majelis hakim.
Majelis Hakim kemudian menanyakan lebih lanjut mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk seseorang dapat terdaftar sebagai pemilih dalam Pilkada. Theo menjelaskan bahwa ada 11 elemen yang harus dipenuhi agar seseorang dapat diakui sebagai wajib pilih. Namun, ia juga mengakui bahwa setelah penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), pihaknya masih dalam proses mencari bukti pendukung yang valid terkait dengan nama-nama tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Bawaslu Tana Toraja Baru Mengetahui Kasus 801 Pemilih
Di sisi lain, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tana Toraja, Elis Mangesa, menegaskan bahwa ia baru mengetahui adanya masalah terkait 801 pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih setelah informasi tersebut terungkap di media. “Saya baru mengetahui mengenai hal ini pada tanggal 11 Agustus 2024, setelah menerima telepon dari Kordiv Data KPU dan pesan WhatsApp dari rekan-rekan media,” jelas Elis.
Elis menambahkan bahwa pernyataan mengenai 801 pemilih tersebut sebenarnya merupakan pandangan pribadi dari Theo Limongan, bukan merupakan informasi resmi dari lembaga KPU. Hal ini menjadi dasar bagi Ruben Embatau, pengadu dalam kasus ini, untuk melaporkan Theo Limongan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ruben menganggap bahwa penyebaran informasi yang tidak jelas ini telah menyebabkan keresahan di masyarakat.
Keakuratan Data Pemilih Sangat Penting dalam Proses Demokrasi
Anggota Majelis Hakim, Fauzia P. Bakti, yang juga merupakan bagian dari TPD Provinsi Sulawesi Selatan dari unsur masyarakat, menegaskan betapa seriusnya masalah terkait kehilangan hak pilih. “Kehilangan hak pilih satu orang saja sudah merupakan masalah besar, apalagi jika yang terkena dampaknya mencapai 800 orang,” kata Fauzia. Pernyataan ini semakin menguatkan pentingnya keakuratan dan validitas data pemilih dalam pelaksanaan demokrasi yang adil dan transparan.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pemilu
Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu. Sidang ini menjadi momentum untuk menegaskan bahwa setiap informasi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu harus didukung oleh bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Keakuratan data pemilih sangat vital untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat dapat menggunakan hak pilihnya dengan benar dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Dengan demikian, kasus ini tidak hanya mencerminkan pentingnya integritas dalam pengelolaan data pemilih, tetapi juga menegaskan bahwa seluruh informasi terkait pemilu harus disampaikan dengan penuh tanggung jawab demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.